Rabu, 15 Oktober 2014

PERANAN PAJAK TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH



PERANAN PAJAK
TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah perpajakan yang diampu
Oleh: Herman sujarwo, SH.M.H.


Disusun oleh :
1.      Ahmad Latif
2.      Ainun Nafisah
3.      Ali Anas
4.      Ernawati
5.      Dewi Nilatul Fitriya

FAKULTAS EKONOMI (MANAJEMEN)
UNIVERSITAS SAINS AL-QURAN
JAWA TENGAH DI WOMOSOBO
2012/2013

BAB I
A.  LATAR BELAKANG
          Menurut rochmat sumitro (1988:12) : ”Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Sedangkan  menurut Tony Marsyahrul (2004:5) : “Pajak daerah adalah pajak yang di kelolah oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD)”.
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah untuk mementapkan otonomi derah yang luas nyata dan bertanggungjawab. Peran pajak dalam pembangunan dalam setiap proyek yang dilaksanakan pemerintah selalu didengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak, yang dikumpulkan dari masyarakat.(1)
Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut pendapatan daerah. Dan pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup penting peranannya baik untuk mendukung penyelenggaraan pemerintah maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiyayaan, maka pendapatan daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yaitu untuk pembangunan derah,

B.   PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka makalah ini mempunyai permasalahan sebagai berikut:
1.     Apa yang dimaksud dengan kewenangan dalam penanganan pajak daerah.?
2.      Apa saja hal-hal yang melemahkan pemungutan pajak?
3.      Apa peranan pajak dalam pembangunan daerah?
(1)    Muhammad Rusmawardi2007
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Kewenangan Dalam Penanganan Pajak Daerah.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi disini peranan pajak adalah untuk mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan nantinya akan digunakan untuk pembangunan Daerah.
Walaupun baru satu tahun diberlakukannya Otonomi Daerah sebagaimana diamanatkan dalam UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 serta peraturan perundang-undangan pendukung lainnya, berbagai macam respon timbul dari daerah-daerah. Diantaranya ialah bahwa pemberian keleluasaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD melalui pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan yaitu sejumlah daerah berhasil mencapai peningkatan PAD-nya secara signifikan. Namun, kreativitas Pemerintah Daerah yang berlebihan dan tak terkontrol dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah, akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan dunia usaha, yang pada gilirannya menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Oleh karena itu UU No.34 Tahun 2000 tetap memberikan batasan criteria pajak daerah dan retribusi yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah.
Menurut Teresa Ter-Minassian (1997), beberapa kriteria dan pertimbangan yang diperlukan dalam pemberian kewenangan perpajakan kepada tingkat Pemerintahan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota, yaitu: (2)
1.         Pajak yang dimaksudkan untuk tujuan stabilisasi ekonomi dan cocok untuk tujuan distribusi pendapatan seharusnya tetap menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat.
2.        Basis pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya tidak terlalu “mobile”. Pajak daerah yang sangat “mobile” akan mendorong pembayar pajak merelokasi usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah yang beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang tidak terlalu “mobile” akan mempermudah daerah untuk menetapkan tarip pajak yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan masyarakat. Untuk alasan ini pajak komsumsi di banyak negara yang diserahkan kepada daerah hanya karena pertimbangan wilayah daerah yang cukup luas (seperti propinsi di Canada). Dengan demikian, basis pajak yang “mobile” merupakan persyaratan utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih tinggi (Pusat/Propinsi).
3.        Basis pajak yang distribusinya sangat timpang antar daerah, seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat.
4.        Pajak daerah seharusnya “visible”, dalam arti bahwa pajak seharusnya jelas bagi pembayar pajak daerah, objek dan subjek pajak dan besarnya pajak terutang dapat dengan mudah dihitung sehingga dapat mendorong akuntabilitas daerah.
5.        Pajak daerah seharusnya tidak dapat dibebankan kepada penduduk daerah lain, karena akan memperlemah hubungan antar pembayar pajak dengan pelayanan yang diterima (pajak adalah fungsi dari pelayanan).
6.        Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang memadai untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar. Hasil penerimaan, idealnya, harus elastis sepanjang waktu dan seharusnya tidak terlalu berfluktuasi.




 
(2) Ter-Minassian, Teresa, “Fiscal Federalism In Theory and Practice”,International Monetary Fund, Washington,1997
7.        Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relatif mudah diadministrasikan atau dengan kata lain perlu pertimbangan efisiensi secara ekonomi berkaitan dengan kebutuhan data, seperti identifikasi jumlah pembayar pajak, penegakkan hukum (law-enforcement) dan komputerisasi.
8.        Pajak dan retribusi berdasarkan prinsip manfaat dapat digunakan secukupnya pada semua tingkat pemerintahan, namun penyerahan kewenangan pemungutannya kepada daerah akan tepat sepanjang manfaatnya dapat dilokalisir bagi pembayar pajak lokal.
    Pada intinya semua pajak dan retribusi sama saja, untuk meningkatkan pendapatan daerah, dan pendapatan itu akhirnya akan dilakukan untuk pembangunan daerah (klo engga dikorupsi), apalagi itu adalah PBB yang notabene adalah Pajak Bumi dan Bangunan, yang biasanya pajak akan disesuaikan dengan fungsinya, jadi perannya besar .

B.   Hal-hal yang Melemahkan Pemungutan Pajak Daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 7 ayat (1) pemungutan pajak daerah dilakukan dengan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Disini terlihat, bahwa ada 2 (dua) pilihan dalam pemungutan pajak, yaitu :
1.      dilakukan dengan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah
2.      dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunakan Surat  Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.
Dokumen lain yang digunakan dalam pemungutan pajak daerah tersebut adalah Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding.
Pengaturan lebih lanjut dalam pelaksanaan pemungutan, mengenai tata  cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang  dipersamakan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembentulan, dan Surat Keputusan Keberatan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Demikian pula mengenai tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, penerbitan Surat dalam pemungutan pajak daerah dapat digunakan pemungutan berdasarkan penetapan Kepala Daerah (Bupati) atau Wajib Pajak membayar sendiri
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 mengatur berbeda mengenai pemungutan pajak daerah sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, dimana dalam pemungutan pajak daerah dengan penetapan Kepala Daerah maupun Wajib Pajak membayar sendiri, keduanya menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah sebagai dokumen dalam pendaftaran Wajib Pajak.
Salah  satu  tugas  negara  adalah  penagihan  uang  pajak  dan  pengelolaan  dana  tersebut untuk  kepentingan  pembiayaan  tugas-tugas  negara,  sehingga  negara  bisa  memaksa setiap  warganya  untuk  mentunaikan  pembayaran  pajak  yang  diatur  dengan  Undang-Undang, namun bagi petugas pajak daerah  tidak semudah apa yang diamanahkan dalam  undang-undang, seringkali petugas pajak daerah menjumpai kendala-kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak daerah, hal-hal yang melemahkan pemungutan pajak daerah tersebut antara lain :
1.      Realisasi pengawasan peraturan daerah tentang pajak daerah relatif  lemah.
Ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2000 mengamanatkan bahwa peraturan daerah tentang pajak dan restribusi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah harus disampaikan kepada pemerintah pusat, yaitu ke Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 15 (lima belas) hari sejak ditetapkan.(3) Berdasarkan pemantauan, tidak semua provinsi dan kabupaten/kota menyampaikan peraturan daerah ke pemerintah pusat, masih banyak provinsi dan kabupaten/kota yang tidak memperhatikan amanat dalam ketentuan Undang-Undang tersebut.
Sebagai contohnya, selama kurun waktu Agustus 2001 sampai dengan Januari 2003 terdapat 9 provinsi dan 83 kabupaten/kota yang telah menyampaikan peraturan daerah dengan jumlah peraturan daerah masing-masing adalah 27 peraturan daerah provinsi dan  861 peraturan daerah kabupaten/kota.  Provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mengirimkan peraturan daerahnya adalah 21 dari 30 jumlah provinsi dan 287 dari 370 jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia atau dengan presentase masing-masing asalah 70% dan 77,6%. Data tersebut memperlihatkan bahwa kesadaran daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/kota untuk memenuhi amanat undang-undang berkaitan dengan kewajiban mengirim atau menyampaikan peraturan daerahnya kepada Menteri Keuangan masih relatif rendah. (4)
      (3)    Pasal  5A ayat (1) dan 25A ayat (1) UU no. 34 Tahun 2000.
     (4)     Restribusi Daerah Tahun 2003 dalam buku Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, 2007, hlm. 119-120
Kurangnya kesadaran Provinsi maupun Kabupaten/kota dalam memenuhi amanat undang-undang tersebut pastinya melemahkan pemungutan pajak daerah, dengan tidak adanya penyampaian peraturan daerah tersebut dapat terjadi kmungkinan terbitnya peraturan daerah yang di kemudian hari ternyata bermasalah karena kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar atau acuan dalam pemungutan pajak tidak sesuai dengan kepentingan umum, maka akan melemahkan pemungutan pajak daerah.

2.      Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat dalam pengawasan pemungutan pajak daerah.
Semua aktivitas pelaksanaan pemerintahan di daerah  tetap diperlukan adanya suatu sistem pengawasan dari pemerintah pusat namun pengawasan hendaknya tidak lagi menyisakan celah bagi pemerintah pusat untuk menerapkan sentralisasi kekuasaan yang nantinya dapat menimbulkan konflik antarpusat dan daerah atau antar provinsi dan kabupaten/kota, karena jika demikian makna otonomi daerah menjadi kabur.
Pengawasan oleh Pemerintah Pusat yang terlalu ketat dapat melemahkan pemungutan pajak dikarenakan dengan adanya pengawasan Pemerintah Pusat yang terlalu ketat dapat membatasi keleluasaan pemerintah dan masyarakat daerah  sehingga pemerintah daerah tidak dapat mandiri dalam mengelola aspek kehidupannya sesuai dengan aspirasi, rasa keadilam dan budaya masing-masing.

3.      Kurang siapnya daerah dalam menangani sengketa pajak.
Daerah kabupaten dan kota telah diberikan wewenang untuk menetapkan jenis pajak daerah dan restribusi daerah sesuai dengan criteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Permasalahan yang timbul dalam sengketa pajak pada umumnya ialah bagaimana menentukan jenis pajak daerah yang tepat dikenakan (langsung atau tidak langsung) , kepada siapa dan di tingkat pemerintahan  mana (kabupaten atau kota).  Sengketa pajak sebagai sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dan pejabat pajak yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan  yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasar Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Adanya sengketa pajak tersebut baik sengketa regulasi, sengketa ketetapan pajak maupun sengketa pelaksanaan penagihan pajak secara otomatis melemahkan pemungutan pajak.
4.      Pemberian  perizinan,  rekomendasi  dan  pelaksanaan  pelayanan  umum  yang kurang atau tidak sesuai dengan ruang lingkup tugasnya.
5.      Kurangnya pembinaan terhadap seluruh perangkat Dinas.
6.      Kurangnya pengkoordinasian pendapatan terhadap unit kerja penghasil pendapatan daerah.

C.   Peranan Pajak Terhadap Pembangunan Daerah
Pajak sering kita bedakan dengan retribusi, retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah.
Kita dapat ketahui bahwa pajak merupakan sumber pendapatan negara yang bertesar. Sebagai sumber pendapatan negara, pajak digunakan untuk pembangunan dan untuk kesejahteraan masyarakat. Kondisi perekonomian antara daerah yang satu dengan daerah yang lain tidak sama. Demikian juga dengan pendapatan masyarakat, ada yang pendapatannya tinggi, menengah dan rendah.
Pajak dapat berfungsi sebagai pemerata pendapatan. Pajak yang diperoleh di daerah yang maju dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan ekonomi di daerah yang tertinggal. Pajak juga dapat digunakan untuk membantu masyarkat yang pendaptannya rendah. Contohnya hasil pungutan pajak dari masyarakat yang berpenghasilan tinggi digunakan oleh pemerintah untuk membantu biaya produksi obat-obatan, agar harga jualnya menjadi lebih murah karena biaya sudah ditanggung dari pajak.      
Pajak juga berperan sebagai pembantas suatu produk sehingga produk yang dianggap sifatnya dapat membahayakan kehidupan manusia dapat dicegah sehingga masyarakat suatu daerah terhindar dari bahaya akibat efek dari produk yang menjadikan generasi dari daerah tersebut masih sehat dan daerah juga akan aman.
Dengan adanya pungutan pajak dan adanya kesadaran masyarakat suatu daerah untuk membayar pajak sesuai dengan kewajibannya, maka daerah tersebut akan berkembang dengan maju dan masyarakatnya akan sejahtera, karena pajak digunakan dan diberikan untuk kepentingan masyarakat seperti:
1.      Pembangunan sekolah,
2.      Pembangunan rumah sakit,
3.      Pembangunan jalan raya,
4.      Pembangunan pasar.
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Pentingnya PAD dalam perkembangan daerah,
2.      Tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah masih rendah,
3.      Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan informasi tentang pajak,
4.      Salah satu usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak daerah adalah melalui fasilitas umum.



DAFTAR PUSTAKA

Rusmawardi, muhammad, pajak dan retribusi daerah dan perannannya terhadap pembangunan daerah, semarang, 2007.
Yasmine, nin, Kendala dalam Pemungutan Pajak Daerah. 2011. (http://ninyasmine.wordpreess.com)




1 komentar:

  1. Play Baccarat at the Best Online Casinos 2021 - FEBCasino
    Live Baccarat is one 바카라 사이트 of the 제왕카지노 most popular online table games available at online casinos in Canada. The game can 메리트카지노총판 be played for two to five hours at

    BalasHapus